berbagi informasi seputar kolong beratapkan langit

Friday, December 20, 2019

PUNCAK MUSIM KEMARAU, WASPADA ASAP !!!

Indonesia yang berada di wilayah tropis memiliki dua periode musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim yang dibedakan berdasarkan intensitas curah hujan tersebut masing-masing memiliki “tantangan” saat mencapai masa puncak atau mengalami durasi yang lebih lama dari normalnya.

Saat mulai memasuki musim kemarau, beberapa wilayah di Indonesia bersiap-siap waspada menghadapi fenomena kekeringan dan/ atau kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Saat musim kemarau, beberapa wilayah di Pulau Jawa, yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi, mengalami kekurangan air karena rendahnya curah hujan. Selain itu, saat musim kemarau, wilayah Riau dan sekitarnya dan beberapa wilayah di Pulau Kalimantan juga waspada menghadapi fenomena karhutla yang terjadi setiap tahun.

Setiap tahun, BMKG mengeluarkan informasi prakiraan musim hujan dan musim kemarau agar pemerintah, pusat dan daerah, serta pihak-pihak terkait dapat mengantisipasi melalui tindakana mitigasi bencana. Pada awal Maret 2019, BMKG telah mengeluarkan (press release) informasi awal musim kemarau 2019. Berdasarkan pantauan perkembangan musim hujan hingga akhir Februari 2019 menunjukkan bahwa seluruh wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan. Datangnya awal musim kemarau 2019 berkaitan dengan peralihan Angin Baratan (Monsun Asia) menjadi Angin Timuran (Monsun Australia) yang dimulai dari wilayah Nusa Tenggara pada Maret 2019, lalu Bali dan Jawa pada April 2019, kemudian sebagian wilayah Kalimantan dan Sulawesi pada Mei 2019 hingga akhirnya Monsun Australia sepenuhnya dominan di wilayah Indonesia pada Juni s/d Agustus 2019. Secara umum, puncak musim kemarau diprediksi akan terjadi pada Agustus – September 2019. Imbaauan juga disampaikan kepada pemerintah daerah, institusi terkait, dan masyarakat untuk waspada dan bersiap terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama wilayah yang rentan terhadap bencana kekeringan meteorologis, ketersediaan air bersih, dan karhutla.

Awal Musim Hujan “Mundur”
Pada Oktober 2018, BMKG memprediksi akan terjadinya El Nino lemah pada tahun 2019. Hasil pantauan dan analisis BMKG sampai dengan Agustus 2019 menunjukkan bahwa El Nino lemah telah berakhir, yang berarti bahwa anomali suhu muka air laut (SST) di Samudera Pasifik kembali menjadi netral. Kondisi ini diperkirakan bertahan  sampai dengan akhir tahun 2019.
Namun, adanya pengaruh SST di wilayah Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan perairan Indonesia di bagian selatan equator yang lebih dingin dari suhu normal mengakibatkan proses penguapan air laut lebih sulit terjadi, pembentukan awan-awan hujan menjadi berkurang, sehingga curah hujan menjadi rendah. Kondisi ini diperkirakan akan berlangsung sampai dengan Oktober 2019, yang berarti bahwa awal musim hujan diprakirakan mengalami kemunduran 10 – 30 hari dari waktu normalnya.

Waspada Karhutla
BMKG menghimbau masyarakat, pemerintah daerah, dan instansi terkait untuk tetap mewaspadai sebaran titik panas guna menghidari terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Titik panas adalah suatu area yang memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan sekitarnya yang dapat dideteksi oleh satelit cuaca. Titik panas tidak dapat diartikan sebagai daerah berpotensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) karena titik panas dapat berasal dari aktivitas gunung api, aktivitas perkotaan yang ekstrim, aktivitas tambang, dan sebagainya.
Informasi titik panas dianalisis oleh BMKG berdasarkan citra satelit Terra Aqua (MODIS) dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dan satelit Himwari-8 dari JMA (Japan Meteorological Agency).

Kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering pada puncak musim kemarau dapat menyebabkan tanaman, khususnya yang sudah kering, menjadi mudah terbakar. Selain itu, adanya aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar juga menjadi masalah yang rutin terjadi. Menghadapi fenomena karhutla, BMKG dan instansi terkait telah membangun dan mengembangkan Fire Danger Rating System (FDRS) untuk memberikan informasi peringatan dini berupa monitoring sebaran asap dan prediksi zona kemudahan terbakar sampai dengan 7 hari kedepan.

Ganggu Aktivitas Penerbangan
Fenomena karhutla membawa dampak besar bagi aktivitas masyarakat. Di bidang lingkungan dan kesehatan, asap yang ditimbulkan oleh karhutla menjadi polutan di  udara dalam jumlah yang sangat besar dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
Dalam dunia penerbangan, kabut asap akibat karhutla menyebabkan terjadinya gangguan aktivitas penerbangan di bandara terdampak. Wilayah Riau dan sekitarnya serta Pulau Kalimantan merupakan beberapa wilayah yang secara rutin menghadapi gangguan penerbangan akibat kabut asap. Selain transportasi udara, kabut asap juga mengganggu kelancaran aktivitas transportasi darat dan sungai. Terbatasnya jarak pandang (visibility) merupakan salah satu dampak kabut asap yang dapat membahayakan bahkan melumpuhkan aktivitas transportasi, baik di darat, laut, dan udara.

Untuk wilayah Sumatera Utara, khususnya di Bandara Kualanamu, yang perlu diantisipasi adalah kiriman asap dari karhutla yang terjadi di wilayah Riau dan sekitarnya. Pada musim kemarau, pola angin di wilayah Sumatera Utara dominan berasal dari arah Tenggara. Pola pergerakan angin ini mendorong arah penyebaran (trajektori) asap dari wilayah Riau dan wilayah di bagian selatan Sumatera menuju wilayah Sumatera Utara. Selain kabut asap kiriman, perlu juga mengantisipasi terbentuknya titik panas di wilayah Sumatera Utara akibat pembukaan lahan dengan cara membakar.

Layanan Informasi Karhutla
BMKG sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika secara rutin memberikan layanan informasi cuaca dan iklim kepada instansi terkait dan masyarakat sebagai bagian dalam mitigasi karhutla.
BMKG secara rutin memberikan prakiraan, analisis, dan informasi iklim meliputi prediksi awal musim kemarau dan musim hujan, serta dilengkapi dengan informasi potensi kekeringan meteorologis maupun informasi curah hujan tinggi (potensi banjir) di wilayah Indonesia sebagai bagian dalam Climate Early Warning System (Ina-CEWS).
Saat memasuki musim kemarau, BMKG memberikan informasi cuaca sebagai pendukung kelancaran kegiatan mitigasi karhutla. Selain itu, BMKG juga memberikan layanan produk informasi berbasis data satelit yang dalam rangka mitigasi karhutla di Indonesia, yaitu citra sebaran asap, Geo-Hotspot untuk mendeteksi titik panas, dan peta sebaran titik panas di wilayah Indonesia.

Gambar 1. Contoh informasi citra sebaran asap
  

 Gambar 2. Contoh informasi Geo-Hotspot

Gambar 3. Contoh Tabel Hotspot Yang Terdeteksi dengan
Tingkat Kepercayaan Tinggi (81-100%)

  
 (a)

(b)

Gambar 4. Contoh peta sebaran titik panas;
(a) di wilayah bagian barat Indonesia dan (b) di wilayah bagian timur Indonesia


Referensi:
§   Artikel BMKG tanggal 06 Maret 2019, Awal Musim Kemarau 2019 Mulai di Bulan April, diakses pada halaman web www.bmkg.go.id
§   Artikel BMKG tanggal 27 Juni 2019, Potensi Kekeringan Meteorologis di Beberapa Wilayah di Indonesia, diakses pada halaman web www.bmkg.go.id
§   Artikel BMKG tanggal 07 Agustus 2019, Sebaran Titik Panas Meluas, BMKG Minta Masyarakat Waspada Karhutla, diakses pada halaman web www.bmkg.go.id
§   Climate Early Warning System BMKG pada halaman web http://cews.bmkg.go.id/depan.bmkg
Share:

1 komentar: