berbagi informasi seputar kolong beratapkan langit

Friday, August 18, 2017

PENTINGNYA INFORMASI PERINGATAN DINI CUACA EKSTRIM UNTUK MITIGASI BENCANA

Dalam paparannya pada Rakornas Pimpinan Bidang Penanggulangan Bencana Tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dr. Andi Eka Sakya, M.Eng, menegaskan bahwa ditinjau dari letak geografisnya yang strategis ternyata Indonesia menyimpan dua potensi bencana, yakni bencana hidrometeorologi dan geologi, sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan “Supermarket Bencana”. Bahkan sampai pada detik ini, tidak ada satu negara pun yang mampu mereplikasi keadaan dan potensi bencana yang berkaitan dengan meteorologi di Indonesia. 


Kondisi pasca tsunami Aceh tahun 2004 

Manusia tidak dapat menunda ataupun mencegah terjadinya bencana alam, tetapi manusia dapat melakukan berbagai cara untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam untuk mengurangi jumlah korban dan kerugian dampak dari terjadinya bencana alam. Menurut data BNPB, bencana hidrometeorologi adalah jenis bencana yang paling sering terjadi di Indonesia. Ternyata tidak hanya di Indonesia, bencana hidrometeorologi juga menjadi ancaman yang cukup besar bagi negara-negara lainnya, tidak terkecuali bagi negara penguasa teknologi seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok. 

Tentunya masih hangat di telinga kita kabar duka mengenai tumbangnya crane di area Masjidil Haram yang mengakibatkan ratusan jamaah haji meninggal dunia dimana sepuluh diantaranya adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Selain di Mekkah, bencana hidrometeorologi dahsyat juga terjadi di India, negara dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia. Gelombang panas yang terjadi di India pada pertengahan tahun 2015 menyebabkan sekitar 2.000 jiwa meninggal dunia. Berdasarkan informasi badan penanggulangan bencana setempat, suhu udara di beberapa wilayah di India bahkan sudah mendekati 50 derajat celsius, dan sebagian besar korban meninggal berasal dari negara bagian Telangana dan Andhra Pradesh yang terletak di selatan India. Bagaimana dengan wilayah Indonesia, sudah sejauh manakah langkah-langkah antisipasi bencana yang telah dilakukan oleh pemerintah?

Bencana Hidrometeorologi di Indonesia Meningkat
Bencana hidrometeorologi adalah bencana alam yang berkaitan dengan cuaca dan iklim di suatu tempat dalam waktu tertentu. Contoh bencana hidrometeorologi yang terjadi di Indonesia diantaranya banjir, tanah longsor, puting beliung, kekeringan dan gelombang pasang. Bencana hidrometeorologi disebabkan oleh perubahan iklim yang mempengaruhi perubahan karakteristik hujan dan cuaca di suatu tempat. Pengaruh perubahan iklim ini menyebabkan perubahan pola curah hujan yang meliputi ketebalan, intensitas, durasi dan sebaran hujan. Perubahan iklim global juga sangat memengaruhi perubahan pola aliran hujan, seperti penurunan kecenderungan curah hujan tahunan. 

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim di Indonesia telah membawa perubahan pola musim lokal. Rata-rata jumlah hujan pada musim hujan (Oktober s/d Maret untuk wilayah Pulau Jawa) adalah 80% dari jumlah intensitas hujan tahunan. Perubahan pola musim terjadi seiring dengan bertambah lamanya musim kering serta meningkatnya rasio jumlah intensitas hujan pada musim hujan terhadap musim kering yang mencapai lebih dari 80%. Kondisi ini semakin diperparah oleh penurunan akumulasi total hujan tahunan secara persisten hampir di seluruh wilayah Indonesia dalam lima dekade terakhir sehingga potensi air tercurah semakin berkurang.

Meningkatnya jumlah kejadian bencana hidrometeorologi tidak hanya disebabkan oleh perubahan iklim global semata, namun terindikasi juga disebabkan karena kesalahan pengelolaan lingkungan yang salah satu diantaranya adalah kerusakan lingkungan akibat ulah manusia (antropogenik). Wilayah Indonesia mengalami degradasi lingkungan akibat ulah manusia yang terlihat dari tingkat kerusakan hutan yang lebih tinggi dibandingkan kemampuan pemerintah merehabilitasi lahan. Menurut informasi yang dilansir oleh BNPB bahwa selama periode tahun 2003-2006, tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.17 juta hektar per tahun. Sementara kemampuan pemerintah merehabilitasi hutan dan lahan setiap tahunnya hanya mencapai sekitar 450.000 hektar dengan tingkat keberhasilan penanaman pohon dalam rehabilitasi tersebut tidak mencapai 100% sehingga degradasi hutan dan lahan menjadi lebih besar.

Peringatan Dini Cuaca Ekstrim
Cuaca adalah keadaan atau fenomena fisis atmosfer di suatu tempat pada waktu tertentu yang relatif singkat. Dan cuaca ekstrim adalah kejadian cuaca yang tidak normal/lazim yang mengakibatkan kerugian terutama keselamatan jiwa dan harta. Contoh cuaca ekstrim yang pernah terjadi di Indonesia adalah suhu udara dan curah hujan yang tinggi. Sebagaimana tertuang dalam Perka BMKG Nomor 9 Tahun 2010, BMKG mengkategorikan keadaan cuaca yang tergolong ekstrim sebagai berikut:

1. Angin kencang yaitu angin dengan kecepatan lebih dari 25 knots atau 45 km/jam;
2. Angin puting beliung adalah angin kencang yang berputar yang keluar dari awan Cumulonimbus dengan kecepatan lebih dari 34.8 knots atau 64.4 km/jam;
3. Hujan lebat yaitu hujan dengan intensitas paling rendah 50 mm dalam sehari (24 jam) dan/atau 20 mm/jam;
4. Hujan es yaitu hujan yang berbentuk butiran es yang mempunyai garis tengah paling rendah 5 mm dan berasal dari awan Cumulonimbus;
5. Jarak pandang mendatar ekstrim adalah jarak pandang mendatar kurang dari 1000 m;
6. Suhu udara ekstrim yaitu kondisi suhu udara yang meningkat mencapai 3oC atau lebih di atas nilai normal setempat;
7. Angin puting beliung di lautan (waterspout) yaitu angin kencang yang berputar yang keluar dari awan Cumulonimbus dengan kecepatan lebih dari 34.8 knots atau 64.4 km/jam dan terjadi di laut dalam waktu yang relatif singkat;
8. Gelombang laut ekstrim yaitu gelombang laut signifikan dengan ketinggian lebih besar dari atau sama dengan (≥) 2 m; dan
9. Gelombang pasang (storm surge) yaitu kenaikan permukaan air laut di atas normal akibat pengaruh angin kencang dan/atau penurunan tekanan atmosfer.

Cuaca ekstrim terjadi karena suhu permukaan air laut meningkat sehingga mempercepat terjadinya penguapan yang membentuk awan hujan sebagai awal terjadinya hujan dengan intensitas tinggi. Penyebab utama cuaca ekstrim adalah adanya ekspansi vertikal awan serta curah hujan yang meningkat dan berpeluang menyebabkan puting beliung atau angin kencang. Cuaca ekstrim terjadi karena siklus basah dan kering yang relatif terlalu singkat akibat terjadinya La Nina dan pemanasan global. 

BMKG adalah satu-satunya Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang mengemban tugas pemerintah di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika (MKKuG) untuk wilayah Indonesia. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2008, salah satu tanggung jawab BMKG adalah menyampaikan peringatan dini kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan dengan terjadinya bencana yang berkaitan dengan faktor meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika. Saat ini BMKG telah menerapkan tiga sistem peringatan dini nasional, yaitu MEWS (Meteorology Early Warning System), CEWS (Climate Early Warning System), dan Ina-TEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System). 

Peringatan dini cuaca ekstrim adalah serangkaian kegiatan pemberian informasi sesegera mungkin kepada masyarakat yang berisikan informasi tentang prediksi peluang terjadinya cuaca ekstrim. Peringatan dini cuaca ekstrim dilakukan terhadap cuaca ekstrim yang terjadi di darat dan laut. Peringatan dini cuaca ektrim di darat meliputi unsur angin puting beliung, hujan lebat, hujan lebat yang disertai angin kencang dan/atau petir, jarak pandang mendatar ekstrim, dan/atau suhu udara ekstrim. Sedangkan peringatan dini cuaca ekstrim di laut meliputi unsur siklon tropis, angin kencang, waterspot, gelombang laut ekstrim, gelombang pasang, hujan lebat, hujan lebat yang disertai angin kencang dan/atau petir, dan jarak pandang mendatar ekstrim. 

Dalam Perka BMKG No. 10 Tahun 2009 diatur juga alur pembuatan, proses pengiriman, dan cara pengiriman data dan informasi cuaca ekstrim yang harus menjadi pedoman bagi para prakirawan cuaca (forecaster) di seluruh Indonesia. 

Pertama, peringatan dini cuaca ekstrim harus dibuat dan dilakukan dengan hati-hati, cermat dan dalam waktu yang singkat sampai kepada masyarakat melalui media massa, instansi terkait, dan kepada jajaran BMKG secara berjenjang sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sistem peringatan dini cuaca ekstrim adalah:

a. Skala lokal, diantaranya:
1. Labilitas udara;
2. Liputan awan hasil pengamatan satelit dan/atau radar; dan
3. Kondisi suhu, kelembaban, dan unsur lain yang mendukung pada lokasi terjadinya cuaca ekstrim.

b. Skala sinoptik (regional), diantaranya:
1. Aktivitas monsoon;
2. Fenomena madden julian oscillation (mjo);
3. Suhu muka laut (penambahan uap air);
4. Posisi/lokasi daerah pusat tekanan rendah atau siklon tropis; dan
5. Daerah pembentukan awan aktif (daerah konvergensi).

c. Skala planetary (global), diantaranya:
1. Fenomena El Nino / La Nina; dan
2. Fenomena dipole mode.

Kedua, untuk proses pengiriman, batas waktu pembuatan peringatan dini cuaca ekstrim harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Data yang bersumber dari AWS/ARG harus dibuat paling lambat 30 menit sebelum prediksi kejadian;
b. Data yang bersumber dari citra radar harus dibuat paling lambat 1 jam sebelum prediksi kejadian; dan
c. Data yang dibuat bersumber dari citra satelit harus dibuat paling lambat 2 jam sebelum prediksi kejadian.

Ketiga, untuk cara pengirimannya, peringatan dini cuaca ekstrim disampaikan melalui layanan pesan singkat (SMS / Short Message Service) dibuat mengikuti format penyampaian; telepon; faksimili; dan sarana komunikasi lainnya. Saat ini masyarakat secara gratis dapat mengakses informasi peringatan dini cuaca ekstrim di website BMKG yaitu http://meteo.bmkg.go.id/peringatan/ekstrim.

Penutup
Bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor dan puting beliung adalah fenomena cuaca yang terkadang tidak dianggap penting namun dapat mengakibatkan kerugian yang besar baik materi maupun jiwa, serta mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Fenomena cuaca ekstrim dapat terjadi kapan saja dan tidak dapat kita hindari, namun kita masih dapat mengantisipasi dan meningkatkan kesiapsiagaan menghadapinnya. Untuk itu, pengamatan dan informasi cuaca yang akurat disertai tindakan yang cepat dan tepat dari pemerintah beserta seluruh elemen terkait dan masyarakat menjadi solusi menghadapi ganasnya fenomena cuaca ekstrim tersebut. 

BMKG selalu memberikan informasi peringatan dini cuaca ekstrim sebagai langkah awal mitigasi bencana. Seperti kekeringan yang terjadi di pertengahan tahun 2015 ini, pada awal tahun 2015, BMKG telah memberikan peringatan kepada pemerintah dan masyarakat akan terjadinya El Nino tipe moderate di pertengahan tahun 2015 yang akan mengakibatkan rendahnya curah hujan dan perpanjangan musim kemarau di beberapa daerah di Indonesia. Menanggapi informasi tersebut, pemerintah dan pihak-pihak terkait melakukan koordinasi dan melakukan tindakan antisipasi sehingga dapat mengurangi dampak kekeringan yang diakibatkan terjadinya El Nino, walaupun tetap masih terdapat beberapa daerah yang kekurangan air bersih dan mengalami gagal panen akibat kekeringan sawah. 

Berdasarkan beberapa kejadian tersebut, informasi peringatan dini cuaca ekstrim sangat penting dan diperlukan sebagai langkah awal antisipasi bencana. Dengan adanya informasi tersebut, pemerintah dan pihak-pihak terkait bersama dengan masyarakat memiliki waktu yang panjang untuk melakukan mitigasi bencana.


Oleh:
Immanuel Jhonson A. Saragih
Pengamat Meteorologi di Stasiun Meteorologi Kualanamu, Deli Serdang

Referensi:
1) Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Nomor: KEP. 009 Tahun 2010 Tentang Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstrim
Share:

0 komentar:

Post a Comment